Nama: ADI HERDIANSYAH
NPM: 1B214929
Kelas: 1EA03 (TEA14)
PERIODISASI PROSA DI INDONESIA
NPM: 1B214929
Kelas: 1EA03 (TEA14)
PERIODISASI PROSA DI INDONESIA
Periodisasi Prosa adalah
pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri
tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang
berbeda dengan periode yang lain.
1. Zaman Prosa Melayu Lama
Zaman ini melahirkan karya prosa berupa hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain.
2. Zaman
Peralihan
Zaman ini dikenal tokoh
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karyanya dianggap bercorak baru karena tidak lagi
berisi tentang istana danraja-raja, tetapi tentang kehidupan manusia dan
masyarakat yang nyata, misalnya Hikayat Abdullah (otobiografi), Pembaharuan
yang ia lakukan tidak hanya dalam segi isi, tetapi juga bahasa. Ia tidak lagi
menggunakan Bahasa Melayu yang kearab-araban.
3. Zaman
Sastra Indonesia
a. Angkatan
Balai Pustaka (Angkatan 20-an)
Ciri umum angkatan ini adalah
tema berkisari tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih tak
sampai, dan kawin paksa, bahan ceritanya dari Minangkabau, bahasa yang dipakai
adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik sentimental.
Tokohnya adalah Marah Rusli
(roman Siti Nurbaya), Merari Siregar (roman Azab dan Sengsara), Nur Sutan
Iskandar (novel Apa dayaku Karena Aku Seorang Perempuan), Hamka (roman Di Bawah
Lindungan Ka’bah), Tulis Sutan Sati (novel Sengsara Membawa Nikmat), Hamidah
(novel Kehilangan Mestika), Abdul Muis (roman Salah Asuhan), M Kasim (kumpulan cerpen
Teman Duduk)
b. Angkatan
Pujangga Baru (Angkatan 30-an)
Cirinya adalah: 1) Bahasa yang
dipakai adalah Bahasa Indonesia modern, 2) Temanya tidak hanya tentang adat
atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi
wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3) Pengaruh
barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda, dan 4) Setting yang menonjol adalah
masyarakat penjajahan.
Tokohnya adalah STA Syhabana
(novel Layar Terkembang, roman Dian Tak Kunjung Padam), Armin Pane (novel Belenggu),
Sanusi Pane (drama Manusia Baru), M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes),
Rustam Efendi (drama Bebasari),
Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck).
c. Angkatan
’45
Ciri umumnya adalah bentuk
prosanya lebih bebas, prosanya bercorak realisme, tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, lebih
mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan roman
seperti angkatan sebelumnya.
Tokohnya Achdiat Kartamiharja (novel Atheis), Idrus (novel
Surabaya, Aki), Mochtar Lubis (kumpulan drama Sedih dan Gembira), Pramduya
Ananta Toer (novel Keluarga Gerilya), Utuy Tatang Sontani (novel sejarah
Tambera)
d. Angkatan
’66
Ciri umumnya adalah tema yang
menonjol adalah protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-kalimat panjang
mendekati bentuk prosa.
Tokohnya adalah N.H. Dini (novel
Pada Sebuah Kapal), A.A. Navis (novel Kemarau), Toha Mohtar (novel Pulang),
Mangunwijaya (novel Burung-burung Manyar), Iwan Simatupang (novel Ziarah),
Mochtar Lubis (novel Harimau-Harimau), Mariannge Katoppo (novel Raumannen).
Sumber: https://endonesa.wordpress.com/lentera-sastra/karya-sastra-dan-periodenya/
CONTOH SINOPSIS NOVEL
Judul Novel : Siti Nurbaya
Karya : Marah Rusli
Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.
Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah tak sanggup lagi membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh Datuk Maringgih.
Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda belia harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar seprti kulit katak. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya dengan. Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya.
Pada suatu hari ketika Samsulbahri dalam liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.
Mendengar itu, ayah Samsulbahri yaitu Sultan Mahmud yang kebetulan menjadi penghulu kota Padang, malu atas perbuatan anaknya. Sehingga Samsulbahri harus kembali ke Jakarta dan ia benrjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk Maringgih juga tidak tinggal diam, karena Siti Nurbaya diusirnya.
Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, timbul niatnya untuk pergi menyusul Samsulbahri ke Jakarta. Tetapi niatnya itu diketahui oleh kaki tangan Datuk Maringih. Karena itu dengan siasat dan fitnahnya, Datuk Maringgih dengan bantuan kaki tangannya dapat memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.
Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsulbahri sehingga ia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi mujurlah karena ia tak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer.
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.
Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta dipertemukan dengan ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya.
Sumber: http://learn-4all.blogspot.co.id/2012/11/novel-singkat-kisah-siti-nurbaya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar